Rabu, 11 November 2015

Peradaban Sejarah Olahraga di Indonesia



Peradaban sejarah olahraga di Indonesia tak lepas dari zaman primitif, zaman kerajaan-kerajaan, zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang, zaman merdeka, dan sebuah Gerakan Olahraga.

a.       Zaman Primitif.
Tidak mengherankan bahwa anak Indonesia dididik sesuai dengan keperluan hidup primitif waktu itu. Ikut ayah menangkap ikan, berburu, dan sebagainya merupakan persiapan langsung kepada tugas-tugasnya nanti kalau sudah dewasa. Jadi menirukan serta mencoba merupakan metoda yang dipakai.
Meniti, mengayun, menggantung, mendayung, melompat, berenang, lari, menyelinap, dan sebagainya merupakan perbuatan sehar-hari sehingga pembentukan dan perkembangan fisik berlangsung baik dan sekaligus bersatu dengan pembentukan watak, kecerdasan, ketrampilan, bersiasat, dan sebagainya, sehingga boleh disebut pendidikan yang bulat dan menyeluruh.
Seperti pada bangsa-bangsa primitif lainnya suku-suku di Indonrsia juga mengenal upacara inisiasi, misalnya pada perubahan dari situs pemuda menjadi dewasa, atau dari bujangan menjadi berkeluarga.

b.       Zaman Kerajaan – Kerajaan
Kehidupan di zaman kerajaan-kerajaan besar di Indonesia separti zaman Sriwijaya, Mojopahit, Mataram ditandai oleh tata feodal yang memisahkan jauh antara rakyat dan raja dengan adanya pegawai, prajurit dan kebangsawanan yang memisahkan raja dari rakyat.
Dari tulisan-tulisan kuno dapat dibaca bahwa mengabdi kepada raja adalah kehormatan dan utnuk itu diadakan persyaratan-persyaratan atau ujian-ujian. Dari naskah-naskah itu tidak terbaca adanya usaha-usaha peningkatan kemampuan fisik, walaupun itu dianggap harus dimiliki. Yang ditinjolkan adalah sifat-sifat kejiwaan dan intelek serta kemampuan yang melebihi manusia biasa, misalnya tidak nampak oleh musuh, mampu membuat tidur lawan, kebal terhadap senjata tajam dan mantra-mantra, dan sebagainya.
Dalam hubungan ini patut disebut pencak silat yang juga merupakan kemampuan yang perlu untuk melindungi kelompok, maka pendidikan pencak silat tidak berlangsung secara terbuka, tetapi rahasia. Para murid juga diharuskan merahasiakan kemampuannya demi keselamatan kelompok.
Karena manusia kuno sangat hormat atau segan terhadap binatang buas maka tidak mengherankan kalau beberapa cara membela diri dihubungkan dengan kemampuan atau cara menyerang/ bertahan binatang-binatang seperti kera, burung elang dan sebagainya.
Zaman kerajaan juga mengenal pendidikan prajurit melalui perintah ngurung atau mengepung harimau oleh barisan prajurit bersenjatakan tombak. Perintah langsung semacam itu tentu saja memerlukan ketabahan yang besar. Pemberani sajalah yang tinggal dan dengan begitu terkumpullah prajurit yang tangguh.
Di abad ke 18 dan 19 di mana raja-raja sudah banyak ditundukan oelh penjajah, pendidikan cinta tanah air melalui pencak silat semakin dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi.
Yang di Jawa dilaksanakan agak terbuka adalah latihan-latihan pencak silat yang dikaitkan dengan pelajaran tari-tarian. Walaupun hanya bentuk luar saja yang tampak , pada kenyataannya telah membuat anak-anak menjadi berminat untuk mendalami pencak silat lebih jauh, dan berhasil membuat anak menjadi lebih tergembleng jiwa raganya.
Permainan yang banyak digemari dan terdapat secara luas di Indonesia adalah sepak raga, suatu permainan bola dengan bola terbuat dari anyaman rotan. Ketangkasan mempertahankan bola di udara diiringi dengan bunyi-bunyian gendang atau gamelan, rebana, dansebagainya. Permainan dapat dilakukan sendirian atau oleh tiga orang sekaligus dengan menggunakan satu bola saja.
Keberanian dan ketabahan diuji dalam permainan ujungan, yaitu di mana dua pemuda sambil menggunakan tongkat rotan mencoba mengenai kaki atau punggung lawannya. Permainan ini tersebar di Jawa dan Nusa Tenggara.
Juga terdapat sejenis tinju yang terkenal dengan nama okol. Ini terdapat di Jawa Timur. Di Nias pemuda-pemuda diukur ketangkasannya dengan kemampuannya melompati tembok setelah mengawali pada batu besar di depan tembok itu. Permainan di mana seorang anak, sambil mengawasi penglakannya harus menemukan teman-teman yang bersembunyi sangat baik untuk menguji keberanian dan akal anak.

c.       Zaman Penjajah Belanda.
Pengaruh Swedia masuk di Nusantara melalui perwira-perwira angkatan laut kerajaan Belanda, antara lain Dr. Mikema yang ditempatkan di Malang. Di kota itu ia juga mengajar gymnastik kepada perwira bintara A.D. dan guru-guru sekolah. Pada tahun 1920 ia dibantu oleh Classen yang berijazah guru latihan jasmani untuk sekolah menengah.
Dr. Minkema dapat mempengaruhi pejabat-pejabat pusat Jakarta sehingga pada Departemen Pertahanan dibentuk biro “ Pengembangan dan Hiburan “.
Pada tahun1922 di di Bandung dibuka Sekolah Olahraga dan Gymnastik Militer, di mana telah ada Perkumpulan Latihan Jasmani. Di situ dididik guru –guru gymnastik selama 1 ½ tahun.
Di sekolah Normal dan Kweekschool juga diajarkan latihan jasmani. Mereka yang memenuhi persyaratan dapat memperoleh akta ( hak ) mengajar olahraga, yang disebut akta J ( pemula ) dan akta S ( lanjutan ).
Sebelum Perang Dunia ke II di Surabaya ada GIVIO, suatu Lembaga Pemerintah tempat mendidik guru-guru olahraga.
Setelah Perang Dunia ke II dan Bandung yang diduduki oleh tentara Belanda didirikan Akademi Pendidikan Jasmani. Olahraga di sekolah berupa permainan, atletik dan senam. Di luar jam-jam sekolah ada kesempatan untuk belajar renang dan latihan atletik, sepakbola, basket dan sebagainya (di sekolah menengah).
Cabang-cabang olahraga dalam zaman penjajahan Belanda belum banyak yang digemari. Yang ada hanya sepakbola, atletik, renang, tennis dan horfbal.
Sesuai dengan taraf perjuangan bangsa Indonesia terbentuklah perkumpulan-perkumpulan olahraga yang bersifat nasionalis. Misalnya PSSI didirikan untuk menandingi NIVU yang didirikan oleh orang-orang Belanda. Juga Indonesia Muda sebagai perkumpulan-perkumpulan putra-putri Indonesia telah memiliki bagian olahraga sepakbola dan atletik. Pola ini kemudian berjangkit pula ke dalam perkumpulan-perkumpulan pemuda lainnya.
Berbagai pertandingan dan perlombaan besar penyelenggaraanya dikaitkan dengan pasar malam, misalnya di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, yang diadakan sekali setahun.
Suatu fenomena yang khas adalah adanya bagian sepakbola dari sandiwara keliling. Di suatu kota di mana perkumpulan sandiwara itu mengadakan pertunjukan, mereka juga mengadakan acara memperebutkan piala melawan perkumpulan-perkumpulan sepakbola setempat.

d.      Zaman Jepang
Indonesia diduduki Jepang selama tiga setengah tahun. Di sekolah-sekolah suatu pelajaran olahraga diisi dengan senam pagi yang disebut Taisho, dan dilakukan sebelum mulai belajar. Jam olahraga diisi secara bergiliran dengan baris-baris, sumo (gulat cara Jepang), lari sambung membawa pasir dalam karung, rebutan bendera yang dilaksanakan oleh antara-regu-regu yang terdiri dari dari tiga orang. Permainan dan atletik semakin terdesak oleh olahraga Jepang, antara Kendo yang dilakukan dengan tongkat bambu.Pelajaran olahraga di sekolah terkenal dengan sebutan gerak badan.

e.       Zaman Merdeka
Walaupun baru saja merdeka, dan sibuk menghadapi serangan-serangan balatentara Belanda yang bersembunyi di bawah selimut sekutu masuk Indonesia, pemerintah RI telah memberi perhatian kepada olahraga yang waktu itu masih dikenal dengan istilah gerak badan. Ini terbukti dengan adanya saran tertulis dari Panitia Penyelidik Pengajaran (Desember 1945) mengenai pendidikan dan pengajaran, diantaranya mengenai gerak badan. Panitia menyatakan bahwa pendidikan baru lengkap kalau ada pendidikan jasmani (istilah baru bagi gerak badan), sehingga tercapai suatu harmoni (keselarasan). Mereka juga menyarankan adanya latihan militer untuk murid-murid SMT (SMA) dan pelajar puteri melaksanakan pendidikan jasmani perlu diperhatikan nasehat dokter. Bahan pelajaran sedapat-dapatnya di ambil dari khazanah permainan dan kesenian nasional. Dalam pelaksanaan pendidikan jasmani perlu pula memanfaatkan musik (irama). Kepanduan dianggap perlu untuk dimasukkan ke dalam kurikulum. Perlombaan perlu, tetapi perlu di cegah terjadinya alses-akses. Biaya pelaksanaan pendidikan jasmani diberi oleh Pemerintah. Setiap sekolah perlu dilengkapi dengan lapangan olahraga. Untuk secepatnya mampu melaksanakan idea-idea diatas, perlu mengadakan kersus-kersus kilat untuk para guru.
Dari apa yang telah terbaca di atas itu terlihat bahwa pemerintah RI zaman itu sudah cukup luas pandangannya dan mendukung penuh pelaksanaan olahraga di sekolah.
Dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 1954 yang menyatakan berlakunya Undang-Undang No. 4 tahun 1950 (RI) untuk seluruh wilayah Nusantara, maka peraturan lain menjadi hapus. Undang-undang No. 4 tahun 1950 memuat tentang pendidikan jasmani dalam Bab VI sebagai berikut :
Pasal 9 : Pendidikan jasmani yang menuju kepada keselarasan antara tumbuhnya badan dan perkembangan jiwa, dan merupakan suatu usaha untuk membuat bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sehat dan kuat lahir dan batin, diberikan pada segala jenis sekolah.Penjelasannya Pasal 9 itu adalah sebagai berikut :“Untuk melaksanakan maksud daripada Bab II Pasal 3 tentang tujuan pendidikan dan pengajaran, maka pendidikan dan pengajaran harus meliputi kesatuan rohani-jasmani.
Pertumbuhan jiwa dan raga harus mendapat tuntunan yang menuju ke arah keselarasan, agar tidak timbul penyebelahan ke arah intelektualisme atau ke arah perkuatan badan saja. Perkataan keselarasan menjadi pedoman pula untuk menjaga agar pendidikan jasmani tidak mengasingkan diri daripada pendidikan keseluruhan.
Pendidikan jasmani merupakan usaha pula untuk membuat bangsa Indonesia sehat dan kuat lahir batin. Oleh karena itu pendidikan jasmani berkewajiban juga memajukan dan memelihara kesehatan badan, terutama dalam arti preventif, tapi juga secara korektif.
Pendidikan jasmani sebagai bagian daripada tuntunan terhadap pertumbuhan rohani-jasmani dengan demikian tidak terbatas pada jam pelajaran yang diperuntukkan baginya saja”.
Sebagai perencana dan pengatur pendidikan jasmani di sekolah pada struktur jawatan Pengajaran (salah satu dan 4 jawatan dalam Kementerian Pendidikan dan Pengajaran) ada Inspeksi Pusat Pendidikan Jasmani. Untuk olahraga di masyarakat (luar sekolah jawatan pendidika masyarakat ada urusan pendidikan jasmani). Sekolah-sekolah untuk mendidik guru pendidikan jasmani adalah SGPD dan akademi PD, di samping itu ada kursus-kursus BI, kursus instruktur PD, kursus ulang PD.
Di propinsi-propinsi/daerah-daerah ada Inspeksi PD Daerah yang membina dan mengawasi pelaksanaan PD di sekolah-sekolah. Pada tahun 1952 di Semarang dan tahun 1953 di Surabaya telah dapat di selenggarakan perlombaan pelajar seluruh Indonesia. Sayang bahwa hanya dapat berlangsung dua kali. Konon uang untuk penyelenggaraan itu telah dialihkan ke pendirian sekolah-sekolah SGPD di berbagai tempat di Indonesia.
Pada tahun 1961 dibentuklah Departemen Olahraga karena diperlukan badan yang lebih tinggi kedudukannya untuk mengelola pendidikan jasmani dan olahraga yang sejak saat itu dinyatakan menjadi satu dalam istilah olahraga. Jadi sejak saat itu tidak ada lagi pembedaan di antara keduanya karena olahraga adalah istilah Indonesia asli dan bukan terjemahan dari sport dan physical education. Sikap dan sifat mendidik sudah otomatis tercakup dalam istilah olahraga.
Olahraga menjadi sarana “nation building” dan kususnya untuk dipakai menggembleng para pemuda untuk menjadi manusia-manusia Indonesia baru yang “berani melihat dunia ini dengan muka yang terbuka, tegak, fisik kuat, mental kuat, rohani kuat, jasmani kuat”.
Menjadi olahragawan yang berprestasi tinggi sama harganya dengan di bidang manapun di mana seseorang telah berprestasi tinggi pula : ilmu, keprajuritan, keguruan dan sebagainya. Dedikasi, mempersembahkan hidup untuk Indonesia, menjadi pendorong kuat untuk berprestasi tinggi sehingga menjujung tinggi nama baik Indonesia. Ini seirama dengan persiapan-persiapan Asia Games IV yang akan diselenggarakan di Indonesia. Olahraga di luar sekolah dipergiat melalui BATIDA-BATIDA dan kemudian KOGOR-KOGOR untuk menyiapkan olahragawan-olahragawan yang diperlombakan antar daerah untuk mampu membentuk team Indonesia yang tangguh dalam Asia Games IV 1962. Dan memang hasilnya sangat memuaskan. Belum pernah Indonesia menggondol medali emas, perak dan perunggu sebanyak tahun 1962 itu.
Dalam masa setelah peristiwa berdarah G 30 S/PKI Indonesia perlu memulihkan diri secara total dari luka-luka yang telah di deritanya. Ekonomi dan pangan menduduki prioritas tertinggi dalam program Pemerintah Orde Baru.
Dengan demikian olahraga yang telah menurun prioritasnya itu semakin parah keadaannya dan prestasi yang tinggi hanya dicapai oleh olahragawan bekas TC Asian Games/GANEFO saja. Peningkatan gairah dan sarana olahraga baru kelihatan setelah lewat satu PELITA. Masyarakat disadarkan bahwa Pemerintah tidak mungkin ditambah bebannya dengan pengurusan olahraga secara sendirian, dan perlu adanya gerakan dalam masyarakat itu sendiri yang kuat untuk memajukan olahraga. Maka timbullah sistem sponsor yang sedikit-sedikit mulai mendorong kegiatan-kegiatan baru dalam olahraga. Nasib yang sama di alami oleh olahraga di dalam sekolah. Direktorat Jenderal Olahraga dan Pemuda tidak lagi mempunyai pengaruh di dalam sekolah-sekolah dan guru-guru olahraga keadaanya seperti ayam kehilangan induknya. Di sekolah yang semakin padat diisi dengan program-program pendidikan hal-hal baru, seperti kependudukan, kesejateraan keluarga, masalah lingkungan, dan sebagainya. Semakin memojokkan olahraga.

f.       Gerakan Olahraga
Kongres olahraga yang pertama kali berlangsung dalam suasana Indonesia merdeka adalah pada bulan Januari 1947 di Solo. Dalam kongres itu diputuskan untuk membentuk satu wadah yang mengurusi olahraga, dan Pemerintah diminta untuk meresmikannya. Wadah itu mendapat nama PORI, singkatan dari Persatuan Olahraga Republik Indonesia. Pada malam peresmian PORI oleh Presiden Soekarno dilantik pula suatu panitia yang akan menangani masalah hubungan Olimpiade, bernama KORI : Komite Olimpiade Republik Indonesia, dan diketuai oleh Sultan Hamengkubuwono IX.
Pembagian kerja dalam PORI semua adalah sebagai berikut : Ada bagian-bagian sepakbola, bola basket dan renang, atletik, bola keranjang penahan, tennis, bulutangkis, pencak silat, serta gerak jalan. Keuangan PORI dan KORI di dapat dari subsidi Pemerintahan yang disalurkan melalui Kementerian Pembangunan dan Pemuda.
Sewaktu di Tokyo diselenggarakan Asian Games ke 3 (1958) Indonesia telah menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah Asian Games ke 4. Tawaran itu diterima sehingga segala sesuatu perlu dipersiapkan dengan baik agar tidak membuat malu bangsa dan negara. Ada tiga hal yang perlu ditangani yaitu penyediaan fasilitas utntuk pertandingan dan perkampungan olahragawan. Kedua adalah penyiapan team nasional yang tangguh, dan ketiga panitia penyelenggara yang bijaksana serta memahami seluk-beluk peraturan dan pengaturan yang bermutu Internasional.
Untuk itu dibentuk Dewan Asia Games Indonesia (DAGI). Semua kegiatan organisasi olahraga ditempatkan di bawah pimpinan dan pengawasan DAGI, sedangkan KOI (Komite Olimpiade Indonesia, nama baru bagi KORI). Merupakan badan pembantu Dewan, terutama dalam masalah organisasi dan administrasi. Sebagai tindak lanjut DAGI menetapkan bahwa pimpinan sentral dilakukan oleh Komando Gerakan Olahraga (KOGOR), dan di tiap propinsi dibangun Kantor Gerakan Olahraga yang selain mencakup Badan Persiapan Team Indonesia Daerah (BATIDA) juga mencakup KOI Daerah dan organisasi-organisasi olahraga lainnya. Keadaan diatas itu tidak berlangsung lama, karena terus disusul oleh terbitnya Keputusan Presiden No. 496/1961 yang memberi wewenang penuh untuk mengatur, mengawasi, memimpin atau menyelenggarakan segala ketentuan dalam Keputusan Presiden nomor 79/1961, sehingga KOGOR kedudukannya semakin kokoh dalam pengelolaan dan pembinaan olahraga.
Karena olahraga oleh Pemerintah diberi arti yang luas dan dinyatakan sangat penting untuk pembangunan bangsa, maka dengan Keputusan Presiden No. 131/1962 dibentuklah Departemen Olahraga. Selama ada Departemen yang mengelola Olahraga, baik organisasi maupun prestasi olahraga terus meningkat. Ini terbukti dari hasil yang dicapai dalam Asian Games ke 4 dan Games of the New Emerging Foeces (GANEFO) yang pertama.
Setelah usaha terkutuk G 30 S/PKI gagal untuk menguasai RI dan pemerintah Orde Baru memegang tampuk pimpinan negara diadakan kriteria untuk menentukan prioritas dalam segala hal yang perlu ditangani oleh Pemerintah, dan ekonomilah yang mendapat priorutas tertinggi. Tidak berhubungan bahwa olahraga mengalami kemunduran. Ini tidak berlangsung lama karena kalangan olahraga menyadari sepenuhnya tugas berat Pemerintah untuk membangun negara dan bangsa, dan tidak mungkin hanya mau menggantungkan diri kepada Pemerintah. Lalu diadakan musyawarah antara induk-induk cabang olahraga (MUSORNAS), dan berhasil dibentuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) yang dengan Keputusan Presiden No. 57/1967 ditetapkan sebagai satu-satunya pembina gerakan olahraga. KONI tunduk kepada kebijaksanaan umum Pemerintah dan wajib membantu Pemerintah dalam perencanaan kebijaksanaan umum di bidang olahraga. Dalam badan baru (KONI) ini KOI merupakan bagian yang khusus menangani hubungan dengan IOC dan gerakan Olimpik. Ini sangat pragmatis, karena KOI sudah menjadi anggota IOC sejak 1952.
Di tahun 1970 dalam masyarakat timbul masalah profesionalisme, khususnya dalam tinju. Pemerintah melalui PP no. 63/1971 mengatur pembinaan olahraga profesional secara menyeluruh, tetapi pada waktu itu baru tinju yang menonjol permasalahannya. Enam tahun kemudian masalah sepakbola profesional menjadi perhatian khalayak ramai. Badan yang membina profesionalisme menjadi perhatian khalayak ramai. Badan yang membina profesionalisme adalah BAPOPI (Badan Pembina Olahraga Profesional Indonesia) sebagai pembantu Menteri P dan K.

Peradaban Sejarah Olahraga Di Dunia


Peradaban sejarah olahraga di Dunia tak lepas dari zaman prasejarah, zaman kuno, zaman purba, abad pertengahan, zaman ranaisance, dan modern.

a.    Zaman Pra-Sejarah

Banyak penemuan modern di Perancis, Afrika dan Australia pada lukisan gua (dilihat seperti Lascaux) dari jaman prasejarah yang memberikan bukti kebiasaan upacara ritual. Beberapa dari bukti ini berasal dari 30.000 tahun yang lampau, berdasarkan perhitungan penanggalan karbon. Lukisan/Gambar-gambar jaman batu ditemukan di padang pasir Libya menampilkan beberapa aktivitas, renang dan memanah. Seni lukis itu sendiri adalah merupakan bukti pada ketertarikan pada keahlian yang tidak ada hubungannya dengan kemampuan untuk bertahan hidup, dan adalah bukti bahwa ada waktu luang untuk dinikmati. Ini juga membuktikan aktivitas non-fungsi lain seperti ritual dan sebagainya. Jadi, meskipun sedikit bukti yang secara langsung mengenai olahraga dari sumber-sumber ini, cukup beralasan untuk menyimpulkan bahwa ada beberapa aktivitas pada waktu itu yang berkenaan dengan olahraga. Kapten Cook, saat ia pertama kali datang ke Kepulauan Hawaii, pada tahun 1778, melaporkan bahwa penduduk asli berselancar. Masyarakat Indian Amerika asli bergabung dalam permainan-permainan dan olahraga sebelum kedatangan orang-orang Eropa, seperti lacrosse, beberapa jenis permainan bola, lari, dan aktivitas atletik lainnya.Suku Maya dan Aztec yang berbudaya memainkan permainan bola dengan serius. Lapangan yang digunakan dahulu masih digunakan sampai sekarang.Cukup beralasan untuk menyimpulkan dari sini dan sumber-sumber bersejarah lainnya bahwa olahraga memiliki akar yang bersumber dari kemanusiaan itu sendiri.



b.      Zaman Kuno

o   Cina Kuno

                Terdapat artefak dan bangunan-bangunan yang menunjukkan bahwa orang Cina berhubungan dengan kegiatan yangkita definisikan sebagai olahraga di awal tahun 4000 SM. Awal dan perkembangan dari kegiatan olahraga di Cinasepertinya berhubungan dekat dengan produksi, kerja, perang, dan hiburan pada waktu itu.Senam sepertinya merupakan olahraga yang populer di Cina zaman dulu. Tentunya sekarang juga, seperti keahlianorang Cina dalam akrobat yang terkenal secara internasional.Cina memiliki Museum Beijing yang didedikasikan untuk subjek-subjek tentang olahraga di Cina dan sejarahnya.(Lihat Olahraga Cina, Museum )

o   Mesir Kuno

                Monumen untuk Faraoh menunjukkan bahwa beberapa cabang olahraga diperhatikan perkembangannya dandipertandingkan secara berkala beberapa ribu tahun yang lampau, termasuk renang dan memancing. Ini tidaklahmengejutkan mengingat pentingnya Sungai Nil bagi kehidupan orang Mesir. Olahraga yang lain termasuk lempar lembing, loncat tinggi, dan gulat. Lagi, keberadaan olahraga yang populer menunjukkankedekatan dengan kegiatan non-olahraga sehari-hari.

o   Yunani Kuno

                Banyaknya cabang olahraga sudah ada sejak jaman Kerajaan Yunani Kuno. Gulat, Lari, Tinju, lempar lembing danlempar cakram, dan balap kereta kuda adalah olahraga yang umum. Ini menunjukkan bahwa Kebudayaan militer Yunani berpengaruh pada perkembangan olahraga mereka.Pertandingan Olimpiade diadakan setiap empat tahun sekali di Yunani. Pertandingan tidaklah diadakan hanyasebagai even olahraga saja, tetapi juga sebagai perayaan untuk kemegahan individu, kebudayaan, dan macam-macam kesenian dan juga tempat untuk menunjukkan inovasi di bidang arsitektur dan patung. Pada dasarnya, evenini adalah waktu untuk bersyukur dan menyembah para Dewa-Dewa kepercayaan Yunani. Nama even ini diambildari Gunung Olympus, tempat suci yang dianggap tempat hidupnya para dewa. Gencatan senjata dinyatakan selamapertandingan Olimpiade, seperti aksi militer dan eksekusi untuk publik ditangguhkan. Ini dilakukan agar orang-orang dapat merayakan dengan damai dan berkompetisi dalam suasana yang berbudaya dan saling menghargai.

o   Eropa dan Perkembangan Global

Beberapa ahli sejarah- tercatat Bernard Lewis- Menyatakan bahwa olahraga beregu adalah penemuan Kebudayaan Barat. Olahraga individu, seperti gulat dan panahan, sudah dipraktekkan di seluruh dunia. Tetapi tradisi olahraga beregu, menurut para penulis ini, berasal dari Eropa, khususnya Inggris. (Ada catatan yang berlawanan- termasuk Kabaddi di India dan beberapa permainan bola Mesoamerica.) Olahraga mulai diatur dan diadakan secara berkalasejak Olimpiade Kuno sampai pada abad ini. Aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup danmakanan menjadi aktivitas yang diatur dan dilakukan untuk kesenangan atau kompetisi dalam skala yangmeningkat, seperti berburu, memancing, hortikultur. Revolusi Industri dan Produksi massa menambahkan waktuluang, yang membolehkan meningkatnya penonton olahraga, berkurangnya elitisme dalam olahraga, dan akses yang lebih besar. Trend ini dilanjutkan dengan perjalanan media massa dan komunikasi global. Profesionalisme menjadiumum, lebih jauh meningkatkan popularitas olahraga. Ini mungkin kontras dengan ide murni orang Yunani, dimana kemenangan pada pertandingan dihargai dengan sangat sederhana, dan dihargai dengan daun zaitun. (Mungkin tidak hanya mahkota daun zaitun, beberapa penulis mencatat.)Mungkin karena reaksi dari keinginan hidup kontemporer, terdapat perkembangan olahraga yang paling baik dielaskan dengan post-modern: extreme ironing sebagai contohnya. Juga ada penemuan baru di bidang olahraga petualangan dalam bentuk melepaskan diri dari rutinitas kehidupan sehari-hari, contohnya white water rafting,canyoning, BASE jumping dan yang lebih sopan, orienteering.

o   Olimpiade Kuno

                Olimpiade dikhususkan hanya untuk kaum pria, setidaknya hanya mereka yang diperbolehkan untuk cabang atletik dan yang dikategorikan olahraga tempur. Kaum perempuan bahkan tidak diperbolehkan menonton. Namun demikian mereka boleh bertanding untuk cabang berkuda, hanya kalau mereka menjadi pemilik kuda maupun kereta yang dipergunakan untuk bertanding. Perempuan pertama yang tercatat memenangkan sebuah lomba adalah seorang putri berasal dari Sparta.

Salah satu alasan mengapa perempuan tidak boleh terlibat dalam cabang atletik, tinju, dan gulat adalah karena pesertanya bertanding dalam keadaan telanjang bulat.

Bahasa Yunani kuno ''gerak badan'' arti harfiahnya adalah ''menjadi telanjang bulat.'' Mengapa harus telanjang bulat? Ada kemungkinan ini terkait dengan alasan keagamaan dalam konteks budaya Yunani saat itu. Bagaimanapun Olimpiade adalah sebuah festival keagamaan untuk memuja Dewa Zeus dan menuntut pemujaan yang di luar kebiasaan.

Pengendara kuda maupun sais kereta memang mengenakan pakaian, tetapi mereka ini hanya sewaan. Kalau mereka menang maka pemiliknyalah yang dinyatakan sebagai pemenang bukan pengendara kuda maupun sais keretanya sendiri.

Cabang yang dipertandingkan Olahraga Olimpiade kuno yang masih bertahan dari lomba lari hanya tinggal stade (200 meter), stade ganda (400 meter), dan jarak ''panjang'' (500 meter) yang bertahan. Gulat dan tinju masih bertahan tetapi dalam bentuk yang berbeda. Lempar lembing, lempar cakram serta lompat jauh juga bertahan. Lomba berkuda, kereta dan pacu keledai tidak ada padanannya di Olimpiade modern.

Olimpiade aslinya hanya mempertandingkan satu cabang saja yang disebut stadion atau stade, yang berarti kira-kira lari cepat sekitar 200 meter. Lintasan lari dari abad 4 SM masih terlihat jelas dan bisa dikunjungi di tempat Olimpiade kuno dilaksanakan, dengan panjang sekitar 192 meter.

Berturut-turut stade kemudian ditambahi dengan: lari 400 meter, 5.000 meter, lompat jauh, lempar cakram, lempar lembing, gulat, tinju, berkelahi dengan teknik campuran antara gulat dan bantingan, dan adu lari cepat dengan mengenakan pelindung perang--tetap telanjang tetapi mengenakan pelindung kepala dan pelindung tulang kering. Belakangan ditambah dengan olahraga berkuda--kereta dengan empat kuda, balap kuda dan kereta dengan ditarik keledai.

Tujuan Olimpiade merupakan sebuah festival keagamaan untuk memuja dewa paling berkuasa dari semua dewa Yunani, Zeus dari Gunung Olimpia (gunung tertinggi di Yunani dengan ketinggian hampir mencapai 10.000 kaki).

Dewa-dewa lain juga di puja di kawasan pemujaan Olimpia, tetapi adalah Zeus adalah yang paling banyak menjadi pusat pemujaan. Ia mempunyai satu kuil pemujaan tersendiri dengan patung emas dan gading yang dibuat oleh seniman paling hebat pada jamannya, Pheidias dari Athena. Saat ini kuil dan isinya dinyatakan sebagai salah satu dari keajaiban dunia.



c.       Zaman Purba

Pengetahuan tentang bangsa primitif yang hidup di zaman jauh sebelum zaman kita sekarang ini, belum lengkap dan usianya juga belum tua. Baru sejak ilmu antropologi budaya membuka tabir rahasia kehidupan mereka melalui interpretasi hasil galian peninggalan – peninggalan kuno, orang mulai mampu membayangkan peri kehidupan bangsa primitif di masa lalu. Juga diadakan penelitian mengenai bangsa primitif yang saat ini masih ada.

Dari peninggalan – peninggalan itu jelaslah bahwa manusia telah mencapai kemajuan melalui beberapa tahap perkembangan. Tahap pertama adalah zaman Eolitik di mana manusia belum berpakaian dan kehidupan mirip binatang dalam mencari makan dan tidak di bawah atap. Ia baru menggunakan tongkat dan batu untuk melindungi diri. Tahap kedua adalah zaman Paleotilik dimana keadaan manusia sudah lebih maju, sudah berlindung dalam gua – gua, memakai pakaian sesederhana terbuat dari kulit, sudah menemukan api dan membuat senjata tajam. Mereka juga sudah bisa menggambar pada dinding – dinding gua. Tahap ketiga adalah zaman Neolitik dimana manusia sudah mampu membuat gerabah, panah dan busur, pakaian tenunan serta mampu menjinakkan binatang untuk dijadikan hambanya.

Tentu saja pendidikan ikut maju sesuai dengan kemajuan yamg dicapai oleh manusia, karena pendidikan adalah usaha yang sadar dan bertujuan menyiapkan anak ke kehidupan orang dewasa. Tujuannya tentu saja sesuai dengan keperluan – keperluan yang dianggap penting dalam kehidupan manusia primitif itu sendiri. Oleh karena pada zaman primitif orang masih berjuang melawan alam yang buas, dan kepercayaan/ agama menguasai segi kehidupan, maka pendidikan sangat dipengaruhi oleh kedua kondisi tersebut.

Alam yang buas menuntut dari manusia primitif suatu kemampuan mempertahankan kelangsungan hidup ( Survival ). Agar mampu berbuat demikian manusia primitif harus bersatu dalam kelompok, sehingga pendidikan menentukan ciri kelompok. Disamping itu juga keselamatan bersama menjadi tujuan utama pendidikan. Kesadaran berkelompok dan solidaritas kelompok sangat ditekankan.

Banyak hal disuruh menirukan oleh anak karena mereka belum mengerti sebab-musabab suatu kejadian atau peristiwa. Suatu hal yang dimasa lalu telah mampu mnyelamatkan kelompok perlu diajarkan kepada anak. Apalagi mengenai gejala-gejala dalam alam, misalnya : putaran bumi, angin ribut, halilintar, mati, paceklik, dan sebagainya belum mereka pahami, maka tidak mengherankan bahwa kepercayaan terhadap roh-roh halus dan hal-hal spiritual menguasai kehidupan mereka.

Kalau hal-hal tersebut di atas telah dipahami, maka dapat dimengerti pula bahwa latihan fisik diarahkan ke tercapainya efisiensi dalam mempertahankan survival kelompok, pencarian makanan sehari-hari, penaklukan alam sekitar. Badan perlu kuat, tahan uji, ulet, lincah untuk mengatasi alam dan lawan, berburu dan dalam penggunaan senjata serta alat penting lainnya. Kesetia-kawanan dalam kelompok serta kerjasama antara anggota kelompok dikembangkan melalui latihan bersama, tari-tarian dan permainan.

Pemujaan nenek moyang juga merupakan sebagian usaha penyelamatan hidup. Nenek moyang dihormati dan diberi sajian agar tidak marah. Dalam hal ini tari-tarian merupakan bagian penting dari upacara-upacara dan secara tidak sadar gerak-gerak tarian itu merupakan pula latihan fisik yang baik bagi pertumbuhan anak. Anak laki-laki ikut ayahnya berburu dan menangkap ikan. Dan juga belajar membuat serta menggunakan senjata agar pada waktunya sudah siap menggantikan ayahnya, atau ikut mempertahankan kelompok dari serangan musuh atau binatang.

Meniru merupakan perbuatan yang mendasari pendidikan bangsa primitif ini. Diusahakan dapat menyamai prestasi orang dewasa. Tahab akhir prndidikan ditandai dengan upacara-upacara ( Rites de passage ), dan anak diakui termasuk kelompok orang dewasa. Persiapan dari anak menjadi dewasa makan waktu lama. Suatu ujian misalnya : hanya boleh makan daging binatang yang sulit diburu, kalau mampu berburu baru mungkin mengisi perut, sungguh ujian yang berat. Pendidikan dan latihan fisik pada bangsa primitif tidak terpisah dari pendidikan agama/ kepercayaan, pendidikan estetis, moral dan ketrampilan praktis.



d.      Abad Pertengahan

Dalam masa itu pendidikan ditujukan kepada persiapan pemuda untuk peperangan, latihan penggunaan senjata dan berburu. Itu semua baik untuk menilai sifat-sifat fisik dan moral. Kalau dianggap telah memadai diadakan upacara pengalihan dari pemuda menjadi orang dewasa. Pada kesempatan itu ia menerima lembing dan perisai, disertai nasehat-nasehat.

Untuk menjadi prajurit yang tangguh diperlukan badan yang kokoh, kuat, cekatan, pandai bergulat, renang, tolak peluru, naik kuda. Main bola diajarkan dengan alasan kegunaan dan hiburan. Lebih-lebih karena pendidikan intelek dan kejiwaan belum berkembang, maka latihan fisik menempati perhatian yang utama.

Menari disekitar api unggun merupakan kegemaran. Api unggun ini kemudian juga diambil alih oleh mereka dalam berbagai upacara keagamaan.

Abad pertengahan ditandai oleh kelompok penyiar agama dan kelompok Ritter. Penyiar agama menganggap hidup duniawi ini sebagai persiapan ke kehidupan akherat. Semua hal yang bersifat duniawi diremehkan. Cita-cita alamiah harus dikalahkan terhadap cita-cita alam baka. Jelas bahwa pembinaan badan melalaui kegiatan-kegiatan fisik ditentang oleh penyiar-penyiar agama. “Schola Interior “ ( di dalam lingkingan gereja ) membentuk ahli-ahli agama dan pegawai-pegawai gereja. “ Schola Exterior “( berada di luar tembok-tembok biara dan gereja ) mempunyai asrama. Di Scolas Exterior diajarkan kepada murid-murid laki-laki dan perempuan 7 artes liberales yang terdiri dari Trivium ( sastra falsafah ) dan Quadrivium ( kelompok ilmu pasti – alam ).

Permainan zaman itu yang menonjol adalah main bola yang diikuti baik oleh Ritter-ritter maupun petani-petani. Juga semacam bolling dan tari-tarian. Panahan merupakan keharusan dan mendapat perlindungan dari atasan. Mahasiswa semakin gemar main anggar dan bentuk perkumpulan-perkumpulan. Permainan-permainan yang dulu hanya diperlukan olrh kaum bangsawan sudah banyak ditiru oleh masyarakat.

Kaum Ritter merupakan kelompok feodal dan militer. Harga diri sangat ditonjolkan. Mereka menentukan kewajiban dan tata cara menjadi Ritter, upacara pelantikan menjadi Ritter dan pula hak-hak istimewa Ritter. Mereka berpakaian pelindung besi ( Harnas ) dan naik kuda. Dengan mengandalkan kemampuan fisik serta pedangnya Ritter menjelajah dunia yang penuh dengan bahaya dan perjuangan.

Inti dari pendidikan Ritter adalah kekuatan fisik, ketangkasan dalam naik kuda dan mahir dalam menggunakan senjata. Semua itu mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidupnya, maka Ritter mengalami pendidikan yang sengaja dan secara sadar ditujukan kepada keperluan hidupnya.

Anak Ritter sampai usia 7 tahun diasuh oleh ibunya. Setelah itu ia menjadi “ Page “ ( calon ) dan harus belajar naik kuda, main anggar dan berburu. Juga belajar lari, lompat, memanjat, gulat, melempar, main bola, berenang dan menyelam, dan juga tari-tarian. Pendidikan ritter menuntut 7 ketangkasan ( 7 Probitates ), yaitu naik kuda, berenang, panahan, anggar, berburu main catur dan berbuat sajak-sajak. Pada usia 14 tahun anak Ritter yang berstatus “ Page “ dinaikkan menjadi “ Schildknaap “ ( pembantu ) pada Ritter lain ( dan istri ). Ia ikut berburu dan membantu Ritter dalam hal tombak-tombak, memelihara kuda, dan sebagainya kerap kali ia juga menjadi pembawa berita atau bertugas yang pelik dan berbahaya. Pada usia 21 tahun ia dinobatkan menjadi Ritter dalam suatu upacara yang khas. Sebelum upacara calon Ritter itu menyucikan diri ( lahir batin ), mandi air panas dan mengakui dosa-dosanya. Malam hari dalam pakaian baru ia berdoa digereja.

Tournooi adalah olahraga bangsawan abad pertengahan yang merupakan tiruan suatu peperangan. Pada abad ke 14 dan 15 kaum Ritter semakin lenyap. Lebih – lebih penemuan bahan peledak telah menjadi penyebab utama kehancuran Ritter.



e.       Zaman Renaissance

Renaissance merupakan perubahan besar dalam alam kejiwaan manusia. Manusia mulai sadar bahwa selama itu mereka hidup di dalam dunia yang penuh dengan kekangan dan pembatasan, antara lain tradisi, agama, gereja, negara dan masyarakat. Di masa Renaissance manusia mulai menemukan dirinya sendiri dan menemukan dunia. Terjadilah pembaruan-pembaruan dalam sastera, seni dan ilmu pengetahuan. Hasil-hasil kebudayaan Romawi dan Yunani mengilhami gagasan-gagasan baru itu. Pangkal mulanya adalah Italia dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa. Hasil-hasil pemikiran dan kreativitas ( sastra, ilmu pengetahuan dan pendidikan ) yang menunjukkan semangat yang individual dan kritis. Pembahasan-pembahasan dilepaskan dari kekangan agama dan gereja, dan meyangkut hal-hal duniawi.

Dari bahan-bahan sejarah yang telah dipelajari dapat disimpulkan bahwa tulisan humanis-humanis Italia telah mendorong orang memberi perhatian kepada latihan-latihan fisik, dalam rangka kebulatan pendidikan. Pengaruh kaum humanis dapat meluas karena penemuan alat pencetak buku ( + 1436 S.M. ), sehingga terbitan-terbitan dapat dibeli oleh orang banyak. Walaupun begitu sebenarnya pendidikan itu hanya dinikmati oleh anak-anak bangsawan yang diasuh “ Gouverneur “ dan selalu mengadakan perjalanan jauh ( ke negara lain ) pada akhir masa pendidikan mereka.

Tokoh-tokoh Italia yang terkenal sebagai humanis antara lain : Vittorino da Feltre, Vegio dan Silvio. Mereka itu semuanya malaksanakan latihan fisik di sekolah-sekolah mereka. Mercurialis adalah dokter yang mengadakan penelitian olahraga kuno serta hubungannya dengan kedokteran/ kesehatan dan menulisnya dalam buku “ De Arto Gymnastica “. Penulis lainnya, yaitu Mosso, meneropong latihan fisik/ gymnastik dari sudut ilmu faal dan meneliti sejarah perkembangannya dan Scaino menulis tentang bermacam-macam permainan zaman itu, setebal 315 halaman.

Seperti terbaca di atas kaum humanis telah besar jasanya dalam menginsyafkan pentingnya latihan fisik dan memelopori masuknya olahraga dalam kurikulum sekolah, dan merupakan salah satu unsur pendidikan oleh para Gouvernuer anak-anak ningrat.Di samping itu zaman semakin melimpahnya materi dan semakin bebasnya jiwa, merupakan tanah subur bagi berkembang permainan.



f.       Abad Modern

Olahraga modern adalah olahraga yang telah mengalami perubahan dan peraturan permainan mengikuti perkembangan zaman serta teknologi yang bekembang didunia. Fungsi social olahraga sekarang sangat diperluas dan menangkut banyak aspek kehidupan modern.aturan-aturan yang semakin ketat dan prestasi-prestasi semakin ditingkatkan, dan olahraga menjadi sangat serius. Hal itu tampak antara lain dengan munculnya pemain-pemain professional disamping amatir, dan keterkaitan dengan dimensi sacral yang tidak ada lagi. Semuanya ini berlaku juga untuk permainan-permainan kartu, dimana unsur “kebetulan” tidak pernah absen, dan permainan papan. Disini bridge dan catur adalah contoh-contoh yang mencolok.